Rabu, 29 Februari 2012

kisah einstein

Juha dalam sastra Arab identik dengan kisah-kisah
lucu sarat makna. Dia selalu saja berseberangan
pendapat dengan anaknya dalam sebagian prilaku,
setiap dia memerintahkan anaknya untuk melakukan
sesuatu, sang anak selalu menyanggahnya dengan
beralasan, Apa kata orang nanti kepada kita,
kalau kita melakukannya.?

Suatu kali, dia ingin memberikan pelajaran kepada
sang anak sehingga bermanfaat baginya dan
membuatnya tidak selalu berusaha untuk mendapatkan
restu dan kerelaan semua orang, sebab kerelaan
manusia itu sesuatu yang tidak diketahui batasnya.
Maka, dia pun mengambil seekor keledai lalu
menungganginya dan menyuruh sang anak berjalan di
belakangnya. Baru berjalan beberapa langkah,
lewatlah sebagian wanita yang lalu menyoraki Juha,
Wah, ada apa dengan orang ini.! Tidakkah ada
kasih sayang di hatimu? Kok, kamu yang naik
sedangkan anakmu yang kecil itu kelelahan berjalan
di belakang.?

Maka, Juha pun turun dari keledainya dan menyuruh
sang anak yang naik. Tak berapa lama berjalan,
lewat pula segerombolan orang tua yang duduk-duduk
di bawah terik matahari, maka masing-masing ayah
dan anak ini saling menepukkan telapak tangan
sehingga mengundang perhatian orang-orang lainnya
ke arah orang dungu yang berjalan dan membiarkan
anaknya berada di atas keledai tersebut. Mereka
berkata,
Wahai orang tua, kamu berjalan kaki padahal sudah
tua sementara anakmu kau biarkan naik kendaraan.
Bagaimana kamu bisa mendidiknya agar memiliki rasa
malu dan beretika.?

Apakah kamu sudah mendengar apa omongan mereka
barusan? Kalau begitu, mari kita naik
bareng-bareng. Kata Juha kepada anaknya

Lalu mereka berdua menaikinya bersama-sama dan
berjalan, tetapi di tengah perjalanan, kebetulan
bertemulah mereka dengan sekelompok orang yang
dikenal sebagai kelompok pencinta binatang.
Melihat pemandangan itu, mereka meneriaki sang
ayah dan anak,
Takutlah kepada Allah, kasihanilah binatang yang
kurus-kering ini. Apakah kalian berdua
menungganginya bersama-sama padahal timbangan
masing-masing kalian lebih berat daripada keledai
ini.?

Kamu dengar tadi,? kata Juha kepada anaknya
sambil ia turun dan menurunkan anaknya

Kalau begitu, mari kita berjalan bersama-sama dan
kita biarkan keledai ini berjalan di hadapan kita
sehingga kita bisa terhindar dari ucapan miring
orang laki-laki, wanita dan para pencinta binatang
tersebut, kata Juha lagi

Mereka berdua kemudian terus berlalu sementara
keledai berjalan di depan mereka. Kebetulan mereka
berpapasan lagi dengan segerombolan pemuda-pemuda
berandalan. Melihat pemandangan tersebut, mereka
menggunakan kesempatan untuk mengejek seraya berkata,
Demi Allah, yang pantas adalah keledai ini yang
menaiki kalian berdua sehingga kalian dapat
membuatnya terhindar dari kendala-kendala di jalan.

Cerita terus berkembang dan menyebutkan bahwa Juha
rupanya mau mendengar ucapan pemuda-pemuda
berandalan tersebut. Dia dan anaknya lalu pergi ke
sebuah pohon di tepi jalan, kemudian memotong
cabangnya yang kuat dan menambatkan keledai ke
cabang tersebut, lantas Juha memikul satu sisi dan
anaknya satu sisi yang lain.

Baru beberapa langkah mereka berlalu, rupanya ada
beberapa orang di belakang mereka yang
menertawakan pemandangan yang aneh tersebut,
sehingga mereka berdua distop oleh polisi dan
digiring ke rumah sakit jiwa. Ketika Juha sampai
di rumah sakit tersebut, tibalah baginya saat yang
tepat untuk menjelaskan ringkasan eksperimen
mereka yang telah mencapai puncaknya itu. Dia
menoleh ke arah anaknya, lalu berkata,
Wahai anandaku, inilah akibatnya bagi orang yang
selalu mendengar omongan-omongan orang; ini dan
itu serta hanya ingin mendapatkan kerelaan semua
mereka.

Kejadian itu merupakan pelajaran yang amat
berharga bagi anak si Juha yang akan selalu
diingat-ingatnya dan didokumentasikan pula oleh
sejarah.


Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq
bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia
berkata: "Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan,
dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat
dia mampir berkunjung ke kampung dari Bani
An-Nakha'. Dia melihat seorang wanita cantik dari
mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan
ternyata, si wanita cantik ini pun begitu juga
padanya. Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda
itu mengutus seseorang melamarnya dari ayahnya.
Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah
dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta
keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar.
Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang
untuk si pemuda, bunyinya, 'Aku telah tahu betapa
besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku
diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan
mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan
bagimu untuk datang menemuiku di rumahku'. Dijawab
oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, 'Aku
tidak setuju dengan dua alternatif itu:

''Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat
maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku
pada hari yang besar. (Yunus: 15).

Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil
nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya.'

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita,
dia berkata: "Walau demikian, rupanya dia masih
takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang
yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari
orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk
itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan
menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta
mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah.
Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta
dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus
dan kurus menahan perasaan rindunya, sampai
akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan si
pemuda itu seringkali berziarah ke kuburannya, dia
menangis dan mendo'akannya. Suatu waktu dia
tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa
dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat
baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya: "Bagaimana
keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah
meninggal?"

Dia menjawab: "Sebaik-baik cinta wahai orang yang
bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat
menggiring menuju kebaikan".

Pemuda itu bertanya: "Jika demikian, kemanakah kau
menuju?"

Dia jawab: "Aku sekarang menuju pada kenikmatan
dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga
kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan
pernah rusak."

Pemuda itu berkata: "Aku harap kau selalu ingat
padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak
melupakanmu." Dia jawab: "Demi Allah, aku juga
tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku
dan Tuhanmu (Allah Subha-nahu wa Ta'ala) agar kita
nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam
hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."

Si Pemuda bertanya: "Kapan aku bisa melihatmu?"
Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang
melihat kami." Tujuh hari setelah mimpi itu
berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju
kehadiratNya, meninggal dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar